Sertifikat tanah adalah bukti hak atas tanah yang diterbitkan oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) sebagai lembaga yang berwenang.
Sertifikat tanah menunjukkan status, luas, batas, dan pemilik tanah yang bersangkutan. Sertifikat tanah dapat diperoleh melalui berbagai cara, salah satunya adalah hibah.
Hibah adalah pemberian seseorang kepada pihak lain secara cuma-cuma dan tidak dapat ditarik kembali. Biasanya dilakukan oleh orang tua kepada anaknya, saudara kepada saudara, atau orang lain yang memiliki hubungan kekeluargaan atau kepercayaan.
Hibah harus dibuat dalam bentuk akta yang dibuat di hadapan atau oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) sesuai dengan Pasal 1682 KUHPerdata.
Surat Hibah Tanah Tanpa Notaris Apakah Sah?
Surat hibah tanah tanpa notaris tidak sah menurut hukum. Pasal 1686 KUHPerdata menyatakan bahwa tiada suatu penghibahan pun kecuali termaksud dalam Pasal 1687 dapat dilakukan tanpa akta notaris, yang minut (naskah aslinya) harus disimpan pada notaris dan bila tidak dilakukan demikian maka penghibahan itu tidak sah.
Jadi, surat hibah tanah harus dibuat dalam bentuk akta yang dibuat di hadapan atau oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) sesuai dengan Pasal 37 ayat (1) UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.
Jika surat hibah tanah dibuat tanpa notaris atau PPAT, maka surat hibah tersebut tidak memiliki kekuatan hukum dan tidak dapat dijadikan sebagai alat bukti peralihan hak atas tanah di Kantor Pertanahan.
Apakah Sertifikat Tanah Hibah Bisa Digugat?
Namun, apakah sertifikat tanah hibah bisa digugat oleh pihak lain yang merasa berhak atau dirugikan? Jawabannya adalah bisa, tetapi dengan syarat-syarat tertentu.
Berikut adalah beberapa hal yang perlu diketahui tentang gugatan sertifikat tanah hibah:
Alasan Gugatan
Sertifikat tanah hibah bisa digugat jika terdapat alasan administratif atau alasan lain yang mengandung cacat hukum.
Alasan administratif misalnya jika sertifikat tanah hibah diterbitkan dengan data yang salah, tidak lengkap, atau tidak sesuai dengan perjanjian hibah.
Misalnya jika pihak lain dapat membuktikan bahwa tanah yang dihibahkan adalah miliknya secara sah dan nyata, atau jika pemberi hibah melakukan penipuan, paksaan, atau kesalahan dalam memberikan hibah.
Prosedur Gugatan
Sertifikat tanah hibah bisa digugat melalui dua cara, yaitu melalui mekanisme administratif atau mekanisme peradilan.
Mekanisme administratif adalah dengan mengajukan permohonan pembatalan sertifikat tanah hibah secara tertulis kepada Menteri ATR/BPN melalui Kantor Pertanahan setempat.
Mekanisme peradilan adalah dengan mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) atau Pengadilan Negeri sesuai dengan kewenangan dan materi perkara.
Akibat Gugatan
Sertifikat tanah hibah yang digugat dapat dibatalkan atau dicabut oleh pihak yang berwenang jika gugatan tersebut diterima dan diputus sesuai dengan hukum yang berlaku.
Akibatnya, hak atas tanah yang tercantum dalam sertifikat tanah hibah batal dan tidak berlaku lagi. Pihak yang menggugat dapat memperoleh hak atas tanah tersebut jika memenuhi syarat dan prosedur yang ditentukan.
Pihak yang digugat dapat mengajukan upaya hukum lain seperti banding, kasasi, atau peninjauan kembali jika merasa tidak puas dengan putusan gugatan.
Akta Hibah Tanah Dibuat Oleh Siapa?
Akta hibah tanah adalah bukti hukum atas pemberian tanah secara cuma-cuma dari pihak pemberi hibah kepada pihak penerima hibah. Dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) sesuai dengan Pasal 37 ayat (1) Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.
PPAT adalah pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) untuk membuat akta-akta peralihan hak atas tanah dan pendaftaran hak atas tanah.
Akta hibah tanah harus dibuat di hadapan atau oleh PPAT dengan menggunakan formulir yang telah ditetapkan dan mengikuti ketentuan yang berlaku.
Harus mencantumkan informasi tentang pemberi hibah, penerima hibah, dan tanah yang dihibahkan. Akta hibah tanah juga harus disertai dengan dokumen-dokumen pendukung seperti sertifikat tanah, KTP, KK, surat keterangan waris, dan lain-lain.
Akta hibah tanah yang telah dibuat oleh PPAT harus didaftarkan ke Kantor Pertanahan setempat untuk mendapatkan sertifikat tanah baru atas nama penerima hibah.
Perbedaan antara Hibah dan Warisan
Hibah dan warisan adalah dua cara untuk memindahkan hak atas harta kekayaan dari seseorang kepada pihak lain.
Keduanya memiliki perbedaan yang cukup signifikan, baik dari segi waktu, syarat, maupun akibatnya. Berikut adalah beberapa perbedaan antara hibah dan warisan:
Hibah dilakukan pada saat pemberi hibah masih hidup, sedangkan warisan dilakukan setelah pewaris meninggal dunia. Hibah adalah akad pemberian secara sukarela, sedangkan warisan adalah hak dari setiap ahli waris.
Harus dibuat dalam bentuk akta yang dibuat di hadapan atau oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) jika mengenai tanah dan/atau benda tidak bergerak lainnya, maupun dibuat di bawah tangan.
Warisan dapat dibuat dengan surat wasiat yang sah atau berdasarkan hukum perdata, hukum islam, atau hukum adat untuk setiap ahli waris.
Hibah dilakukan secara cuma-cuma dan tidak dapat ditarik kembali, kecuali jika terdapat penipuan, paksaan, atau kesalahan.
Warisan dapat dicabut kembali selama pewaris masih hidup atau dapat dibatalkan jika terdapat alasan yang sah.
Hibah hanya dapat dilakukan terhadap benda-benda yang sudah ada. Jika hibah meliputi benda-benda yang baru akan ada di kemudian hari, maka hibah batal. Warisan dapat meliputi semua harta kekayaan pewaris, termasuk hutang dan piutang.
Hibah dapat dilakukan diantara orang-orang yang masih hidup, baik yang memiliki hubungan kekeluargaan maupun tidak. Warisan hanya dapat dilakukan kepada orang-orang yang memiliki kepentingan dengan pewaris, seperti keluarga, kerabat, atau lembaga tertentu.