Salah satu kewajiban suami dalam rumah tangga adalah memberikan nafkah kepada istri dan anak-anaknya.
Nafkah adalah segala sesuatu yang dibutuhkan untuk keperluan hidup berumah tangga, seperti makanan, pakaian, tempat tinggal, pendidikan, kesehatan, dan lain-lain.
Namun, bagaimana jika suami tidak menunaikan kewajiban ini? Apa yang bisa dilakukan oleh istri yang merasa tidak dinafkahi oleh suaminya?
Langkah Hukum Perdata
Jika suami tidak menafkahi istri, maka istri dapat mengajukan gugatan nafkah ke Pengadilan Agama.
Gugatan nafkah adalah tuntutan istri agar suami memenuhi kewajibannya memberikan nafkah sesuai dengan kemampuannya.
Gugatan nafkah ini tidak ada hubungannya dengan gugatan cerai. Artinya, istri bisa menggugat nafkah tanpa harus bercerai dengan suaminya.
Baca juga : Cara Melaporkan Penyerobotan Tanah Komplit dan Lengkap
Dasar hukum gugatan nafkah adalah Pasal 34 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, yang berbunyi:
Suami berkewajiban melindungi isterinya dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup berumah tangga yang lazim menurut kemampuannya.
Pasal 34 ayat (2) UU Perkawinan juga menyatakan:
Jika suami atau isteri melalaikan kewajibannya masing-masing dapat mengajukan gugutan kepada Pengadilan.
Untuk mengajukan gugatan nafkah, istri harus melampirkan bukti-bukti yang menunjukkan bahwa suami tidak menafkahinya, seperti surat keterangan dari RT/RW, saksi-saksi, dokumen keuangan, dan lain-lain. Istri juga harus menyebutkan jumlah nafkah yang diinginkan dan alasan-alasannya.
Langkah Hukum Pidana
Selain menggugat nafkah secara perdata, istri juga bisa melaporkan suami ke polisi karena telah melakukan penelantaran terhadap keluarga.
Penelantaran adalah tindakan suami yang meninggalkan istri dan anak-anaknya tanpa memberikan nafkah dan perhatian yang layak.
Baca juga : Cara Melaporkan Akun FB Agar Dihapus Permanen
Dasar hukum penelantaran adalah Pasal 49 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT), yang berbunyi:
Setiap orang yang melakukan penelantaran dalam rumah tangga dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp15.000.000,00 (lima belas juta rupiah).
Penelantaran juga diatur dalam Pasal 9 UU PKDRT sebagai salah satu bentuk kekerasan dalam rumah tangga. Yang dimaksud dengan penelantaran dalam lingkup rumah tangga adalah:
Melakukan penelantaran kepada orang yang menurut hukum yang berlaku baginya atau karena perjanjian dia wajib memberikan kehidupan, perawatan atau pemeliharaan kepada orang tersebut.
Untuk melaporkan penelantaran, istri harus membawa bukti-bukti yang sama dengan gugatan nafkah perdata, yaitu surat keterangan dari RT/RW, saksi-saksi, dokumen keuangan, dan lain-lain.
Istri juga harus menyertakan surat kuasa dari pengacara atau lembaga bantuan hukum jika ingin didampingi dalam proses hukum.
Berapa lama waktu suami tidak menafkahi istri?
Menurut hukum Islam, suami berkewajiban menafkahi istri dan anak-anaknya, baik secara materi maupun batin.
Namun, ada beberapa situasi yang dapat menyebabkan suami tidak mampu atau tidak mau menafkahi istri, seperti kesulitan keuangan, masalah kesehatan, atau perselisihan rumah tangga.
Baca juga : Cara Melaporkan Penipuan Paket Luar Negeri
Dalam hal ini, apakah ada batas waktu tertentu yang diperbolehkan bagi suami untuk tidak menafkahi istri?
Ada beberapa pendapat ulama mengenai batas waktu tidak menafkahi istri. Berikut ini adalah ringkasannya:
- Menurut pendapat Ibnu Hazm, seorang suami setidaknya harus memberikan nafkah minimal sebulan sekali jika ia mampu. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam surah Al Baqarah ayat 223.
- Pendapat Imam Ahmad, batas waktu seorang suami tidak menafkahi istrinya adalah empat bulan. Hal ini sesuai dengan keputusan di masa Umar bin Khattab yang mana banyak terjadi peperangan.
- Pendapat jumhur ulama, tidak ada batas waktu bagi suami yang enggan memberikan nafkah batin kepada istrinya. Tindakan ini boleh dilakukan selama dilandasi dengan alasan syar’i.
Jika seorang suami memang tidak sanggup menafkahi istrinya, maka sang istri diperbolehkan untuk mengajukan khulu’ atau gugatan cerai.
Jadi perceraian tidak bisa terjadi begitu saja, namun tetap melalui sebuah proses. Keduanya harus bisa mencoba untuk memperbaiki permasalahan yang ada terlebih dahulu. Jika memang sudah tidak bisa diperbaiki lagi barulah diperbolehkan mengajukan khulu’.
Kesimpulan
Suami yang tidak menafkahi istri telah melanggar kewajiban dan hak asasi manusia dalam rumah tangga.
Baca juga : Cara Melaporkan Penipuan Online ke Bank BRI
Istri yang merasa tidak dinafkahi oleh suaminya dapat mengambil langkah hukum perdata maupun pidana untuk mendapatkan haknya.
Sebelum mengambil langkah hukum, sebaiknya istri mencoba untuk menyelesaikan masalah ini secara kekeluargaan dengan suami dan pihak-pihak terkait. Semoga artikel ini bermanfaat bagi Anda yang sedang mengalami permasalahan serupa.